Putusan MK, Pasal Menyerang Kehormatan Dalam UU ITE No.1 Tahun 2024 Tidak Berlaku Untuk Lembaga, Kelompok Masyarakat dan Korporasi

Putusan MK, Pasal Menyerang Kehormatan Dalam UU ITE No.1 Tahun 2024 Tidak Berlaku Untuk Lembaga, Kelompok Masyarakat dan Korporasi

Spread the love

 

Jakarta, NewsRI.id

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengecualikan institusi pemerintah, korporasi, profesi, dan jabatan dari pihak yang dapat melaporkan dugaan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). MK menyatakan hanya korban individu yang dapat membuat laporan dugaan pencemaran nama baik.

Hal tersebut tertera dalam Putusan MK Nomor 105/PUU-XXII/2024 yang dilihat pada Rabu (30/4/2025). Putusan tersebut telah dibacakan pada Selasa 29 April 2025.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pasal “Menyerang Kehormatan” dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak berlaku untuk lembaga pemerintah, kelompok masyarakat, hingga korporasi membawa angin segar bagi insan pers.

Hal itu diungkapkan Ketua Umum Ikatan Wartawan Online Indonesia NR Icang Rahardian SH,MH menanggapi putusan MK atas perkara nomor 105/PUUXXII/2024 di mana Ketua MK Suhartoyo menyebutkan, frasa “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 hanya diberlakukan untuk individu dan perseorangan.

Menyatakan frasa ‘orang lain’ dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6905) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” kata Suhartoyo,

Suhartoyo menjelaskan, pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘kecuali lembaga pemerintahan, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi, atau jabatan.

Ia melanjutkan, frasa “mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu” dalam dua pasal itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

Sepanjang tidak dimaknai ‘hanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang secara substantif memuat tindakan/penyebaran kebencian berdasar identitas tertentu yang dilakukan secara sengaja dan di depan umum, yang menimbulkan risiko nyata terhadap diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan,’” ucap Suhartoyo.

Merujuk putusan MK tersebut, Icang Rahardian menyebut hal itu sebagai senjata pamungkas bagi insan pers dan jurnalis terutama para jurnalis yang tergabung dalam organisasi profesi IWO Indonesia untuk tidak merasa terbebani oleh adanya pasal tersebut dalam menjalankan tugas jurnalismenya.

Putusan MK ini menjadi angin segar senjata pamungkas jika berhadapan dengan lembaga dan instansi pemerintah dalam menjalankan fungsi kontrol sosial jalan pemerintahan terutama di daerah-daerah,” tutur Baba Icang,

sapaan akrab pemegang nahkoda organisasi yang menaungi insan pers yang telah tujuh tahun hadir di tengah masyarakat Indonesia.

Kalau selama ini wartawan selalu dihantui momok dari pasal “Menyerang Kehormatan” dalam Pasal UU ITE, maka dengan putusan MK tersebut wartawan punya bekal dan motivasi semangat baru yang lebih tinggi,” imbuh dia.

Masih kata Icang, “tentunya bagi kami pasal itu akan dipegang teguh dan berhati-hati terutama jika menyangkut pribadi seseorang. Karena yang namanya kehormatan itu melekat pada tiap individu seseorang, bukan lembaga, instansi atau perkumpulan dan organisasi hingga kepada bentuk badan usaha korporasi,” tutur Ketua Umum IWO Indonesia itu.

Sebelumnya diketahui, gugatan uji materi pasal diajukan oleh Daniel Frits Maurits Tangkilisan, seorang karyawan swasta dari Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Dimana terdapat empat klausul hukum yang digugat oleh Daniel dalam UU ITE, yakni Pasal 27A, Pasal 45 ayat (4), Pasal 45 ayat (2), dan Pasal 28 ayat 2.

Pasal 27A:

Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.

Pasal 28:

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik.

Pasal 45:

4) Setiap Orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 400.000.000.

Pasal 45A:

(2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas frsik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan UU ITE memberi batasan mana yang merupakan domain publik dan mana yang melanggar privasi individu dalam ranah digital. MK mengatakan UU ITE juga ditujukan untuk mencegah penyalahgunaan kebebasan berpendapat seperti penyebaran informasi palsu atau hoax yang dapat merugikan masyarakat.

MK mengatakan perlindungan pribadi dan jaminan hak kebebasan berpendapat harus diberikan secara proporsional dan tidak menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan terhadap ruang kebebasan sipil. MK kemudian menguraikan pertimbangannya terkait frasa “orang lain” dalam pasal pencemaran nama baik yang kerap dianggap sebagai “pasal karet”.

MK mengatakan, secara substansi, Pasal 27A UU ITE dan Pasal 433 ayat (1) KUHP Tahun 2023 memiliki kesamaan substansi. Namun Pasal 27A UU ITE tidak memiliki penjelasan seperti KUHP yang dengan tegas menyatakan pencemaran nama baik itu hanya berlaku jika korbannya merupakan individu, bukan lembaga pemerintah atau sekelompok orang.

“Oleh karena terdapat adanya ketidakjelasan batasan frasa ‘orang lain’ dalam Pasal 27A UU 1/2024 yang diserang kehormatan atau nama baiknya, maka norma pasal a quo rentan untuk disalahgunakan,” ujar MK.
(Gunawan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *